“Makna kebangkitan
nasional kini adalah bagaimana cara membangun kesejahteraan dan kemandirian
bangsa”
Indonesia kini sudah memasuki era percaturan global. Lain
dengan 20 Mei 1908,105 tahun silam. Rentetan perjuangan dengan gelimang
pengorbanan yang tak terhitung berujung pada tercapainya tujuan merdeka pada 17
Agustus 1945 lalu. Dengan kemerdekaan ini, cita-cita kebangkitan nasional sudah
tercapai. Lalu bagaimana dengan kondisi saat ini, apakah pesan dari “Hari
Kebangkitan Nasional” sudah benar-benar terwujud di segala lini kehidupan
Bangsa Indonesia?
Perjalanan kehidupan Bangsa Indonesia telah berada pada arah
yang benar. Namun, Bangsa Indonesia kini tengah menghadapi berbagai tantangan
khususnya dari kondisi perekonomian dan kesejahteraan. Seharusnya, kebangkitan
nasional tidak lagi sebagai sebuah “peringatan” semata, tapi lebih dimaknai
melalui upaya nyata. Pemanfaatan sumber daya yang ada sebenarnya mampu memaknai
kebangkitan nasional sebagai save our nation. Krisis energi dan pangan kini
terus membayangi. Tapi, yang paling ditakuti adalah krisis pangan. Mengapa?
Karena Indonesia itu merupakan negara yang sangat kaya akan hasil alam dari
pertanian, tetapi masih saja ada orang-orang yang kelaparan di Indonesia.
Ironi Krisis di Negeri Agraris
Kontradiktif memang dengan apa yang terjadi di Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa laju pertumbuhan penduduk 2000-2010
mencapai 1,49 persen atau lebih tinggi disbanding periode 1990-2000 yang
hanya mencapai 1,45 persen, dengan jumlah penduduk
berdasarkan sensus penduduk 2010 sebanyak 237,56
juta orang.1 Berdasarkan data tersebut, permasalahan serius saat ini adalah
terjaminnya kebutuhan penduduk akan pangan. Data-data statistik menggambarkan
betapa rentannya sistem ketahanan pangan nasional di negara kita.
Kondisi ketahanan pangan Indonesia yang rentan perlu solusi
yang pasti. Jangan biarkan ironi “krisis di negeri agraris” terus menghantui.
Lahan pertanian seluas 7,7 ha harus segera dioptimalkan agar masalah krisis
pangan terhindari. Canggihnya teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan mampu
memberdayakan sektor pertanian hidup kembali. Pembangunan pertanian hendaknya
tidak dicederai oleh kebijakan impor pangan yang kini tengah digencarkan
pemerintah.
Harapan sektor pertanian Indonesia selain sebagai lumbung
pangan nasional, namun sebagai penggerak ekonomi harus terhalangi impor pangan.
Sebenarnya impor hanya praktik instan dalam mengamankan stok pangan Indonesia.
Padahal dengan optimalisasi peran pertanian, pangan akan tercukupi.
Keberlajutan impor pangan akan berdampak buruk pada keuangan negara karena
inflasi dan kondisi pertanian dalam negeri.
Membangkitkan Spirit Pertanian
Persoalan yang menarik dalam pemikiran kini, masihkah tetap
berpegang teguh pada impor pangan? Apakah kini kita hanya berpikir instan?
Lantas, kapan pertanian Indonesia mampu berkembang pesat? Pertanyaan-pertanyaan
urgen itu menegaskan bahwa seharusnya kita segera keluar dari belenggu
tersebut, dan berpikirlah kondisi riil yang akan terjadi pada pertanian
Indonesia ke depan.
Pertanian di Indonesia hingga saat ini belum menunjukkan
hasil yang maksimal. Padahal, seckor ini mempunyai peran penting dalam
pembangunan perekonomian nasional. Namun, sektor ini lemah dari perhatian
pemerintah. Mulai dari proteksi, kredit hingga kebijakan lain tidak satupun
yang menguntungkan bagi sektor ini. Program- program pembangunan pertanian yang
tidak terarah tujuannya bahkan semakin menjerumuskan sektor ini pada
kehancuran. Sehingga, semangat optimis kebangkitan pertanian harus segera
dibangun.
Spirit kebangkitan merupakan modal pembangunan pertanian
Indonesia. Pembangunan ini sangat penting karena alasan seperti potensi sumber
daya alam yang besar dan beragam, besarnya pangsa terhadap ekspor nasional,
besarnya penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini,
perannya dalam penyediaan pangan masyarakat, dan menjadi basis pertumbuhan di
pedesaan. Oleh sebab itu, pemerintah sekarang ini hendaknya bukan hanya
memberdayakan petani tetapi juga terhadap sektor pertanian secara keseluruhan.
Pembangunan pertanian tidak hanya dihadapkan pada tuntutan
demokratisasi yang mengarah pada otonomi, namun juga tantangan globalisasi
dunia. Oleh karena itu, pembangunan pertanian tidak saja dituntut untuk
menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi namun juga mampu mengembangkan
pertumbuhan daerah serta pemberdayaan masyarakat. Ketiga tantangan tersebut
menjadi sebuah kerja keras bagi kita semua apabila menginginkan pertanian kita
menjadi pendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dan dapat menjadi motor
penggerak pambangunan bangsa. Upaya mewujudkannya dapat melalui pemberdayaan
kearifan lokal yang telah mengakar di masyarakat.
Revitalisasi Fungsi Subak sebagai Strategi
Strategi pembangunan pertanian di Indonesia melalui kearifan
lokal merupakan solusi cerdas saat ini. Memposisikan kearifan lokal di tengah
permasalahan bangsa dan tergerusnya budaya adat istiadat asli ditengah
globalisasi bagaikan pelepas dahaga di gurun pasir. Penguatan sistem
kelembagaan tani mampu menggiatkan kembali denyut pertanian yang melemah
seperti melalui peran dan fungsi subak di Bali.
Subak di Bali telah diakui keberadaannya oleh dunia melalui
pengakuan sebagai warisan dunia. Akan tetapi, permasalahan-permasalahan kini
muncul. Subak selama ini memiliki fungsi dan peran yang terbatas sehingga tidak
mampu mempertahankan pertaniannya. Nilai-nilai subak yang masih relevan saat
ini hanya dalam sistem irigasinya, namun sistem lainnya sudah melemah sehingga
diperlukan suatu penguatan nilai-nilai
Subak perlu direvitalisasi atau diberdayakan bukan saja
organisasinya atau kelembagaannya tetapi yang lebih penting adalah para
anggotanya agar menjadi lebih sejahtera dari segi ekonomi melalui peningkatan
fungsi dan peran subak. Dengan demikian diharapkan Subak akan menjadi lebih
kuat dan mandiri sehingga tangguh hidup (viable) menghadapi dinamika perubahan
zaman. Keterbatasan fungsi dan peran dari Subak merupakan permasalahan dasar
yang pada akhirnya berdampak pada alih fungsi lahan yang terus menerus
terjadi sehingga produktivitas pertanian dalam ketahanan pangan semakin
menurun.
Peningkatan fungsi subak menuju ketahanan pangan yang
berlandaskan pertanian berkelanjutan berdasarkan kearifan lokal yang berkembang
merupakan hal yang diharapkan sekarang ini. Konsep ini memadukan beberapa
fungsi tambahan pada subak sehingga fungsi yang hanya
pada irigasi menjadikan subak multifungsi.
Sehingga, revitalisasi fungsi subak ini
mampu meningkatkan fungsi dan perannya dalam
meningkatkan kesejahteraan petani.
Revitalisasi fungsi dari subak yaitu: (1) fungsi kelembagaan
yang holistik, fungsi ini lebih mengarah pada penguatan subak tersebut dari
segi hokum dan organisasi , (2) fungsi ekonomi, fungsi ini lebih mendorong pada
peran subak dalam mengembangkan agribisnis dan pengembangan
perekonomian petani, (3) fungsi ramah lingkungan, mengembangkan pertanian
organic dan memantau adanya pencemaran, (4) fungsi teknologi yaitu fungsi subak
dalam menerapkan teknologi dan informasi, dan (5) fungsi budaya dan kearifan
local merupakan fungsi mempertahankan esensi subak dalam budaya Bali. Strategi
yang diperlukan untuk mewujudkannya yaitu dengan partisipasi masyarakat tani,
subak dan pemerintah sehingga mampu meningkatkan ketahanan pangan dan
peningkatan perekonomian bangsa.
Penerapan revitalisasi dalam fungsi subak akan lebih
mengedepankan peningkatan ekonomi pertanian atau pendapatan petani melalui
agribisnis yang dikembangkan sehingga akan meningkatkan kesejahteraan anggota
subak. Selain itu, revitalisasi fungsi subak mampu memperkenalkan pertanian
berkelanjutan sehingga nantinya sektor pertanian akan kembali menjadi tumpuan utama
pendapatan negara dan sentral ekonomi Indonesia serta terwujudnya kembali
swasembada pangan.
Penguatan subak dalam pembangunan sektor pertanian hingga
terwujudnya ketahanan pangan, swasembada dan penguatan perekonomian nasional
adalah wujud nasionalisme dalam menyongsong kebangkitan nasional. Peran
kearifan lokal sangat penting karena mampu menggali kembali semangat
nasionalisme. Hal seperti inilah yang diharapkan mampu untuk mengisi
pembangunan bangsa. Sehingga, melalui kebangkitan nasional kita sudah
selayaknya menerapkan nilai-nilai kearifan lokal.
Kebangkitan pertanian adalah kunci utama parameter
kebangkitan nasional di era sekarang ini. Upaya ini hendaknya tidak termasuk
“program sekali jalan” – yang sekali dilaksanakan langsung mendapatkan hasil.
Diperlukan komitmen dan dedikasi yang luar biasa untuk memulai dan
melanjutkannya. Di tengah carut marut urusan negara, memang upaya ini terlihat
terlalu idealis. Namun dalam kondisi yang serba tidak ideal sekalipun, kita
harus selalu berusaha berpikir, berkata, dan berbuat secara ideal apabila
negeri ini tidak ingin dijuluki sebagai negara agraris yang krisis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar