Organisasi
Sosial Subak Di Bali
Oleh : Prof. I Gde Pitana
Subak merupakan or- ganisasi petani
di Bali yang mengelola air irigasi untuk anggota-anggotanya. Sebagai suatu
organisasi, subak mempunyai pengurus dan awig-awig (aturan-aturan
keorganisasian), baik tertulis maupun tak tertulis. Subak memiliki sumber air
bersama. Sumber air bersama ini dapat berupa empelan (bendungan) di
sungai, mata air, air tanah, ataupun saluran utama suatu sistem irigasi yang
melingkupi beberapa subak.
Sebuah Subak mempunyai satu areal
persawahan. Di hulunya terdapat sebuah atau beberapa Pura Bedugul atau pura
yang berhubungan dengan persubakan.
Di seluruh Bali, terdapat tak kurang
dari 1274 Subak. Semuanya didasari oleh ajaran Tri Hita Karana yang mengajarkan
agar setiap orang selalu mengupayakan keseimbangan antara pengabdian manusia
kepada Tuhan (Parahyangan) dengan pelayanan mereka terhadap sesame
manusia (Pawongan), serta kecintaan merawat alam lingkungan (Palemahan)
agar tetap lestari.
Sistem irigasi Subak mempunyai
fasilitas fisik yang mirip dengan fasiitas irigasi yang dimiliki oleh system
irigasi lain. Protitipe sistem fisik subak antara lain terdiri atas:
- empelan (bendungan) yang berfungsi sebagai bangunan pengambilan air dari sumbernya
- aungan (terowongan)
- telabah (saluran primer)
- tembuku aya (bangunan bagi primer)
- telabah gede (saluran sekunder)
- tembuku gede (saluran bagi sekunder)
- telabah pemaron (saluran tersier)
- tembuku pemaron (bangunan bagi tersier)
- telabah penyahcah (saluran kuarter)
- tembuku penyahcah (bangunan bagi kuarter) terdiri dari penasan untuk sepuluh anggota (kanca)
- tembuku pengalapan (bangunan pemasukan air individual)
- talikunda (saluran individual)
Subak juga mempunyai beberapa
bangunan pelengkap seperti penguras (flushing), pekiuh (over
flow) dan petaku (bangunan air terjun). Abangan (talang) juga
umum ditemui pada subak. Demikian juga jengkawung (gorong-gorong).
Umumnya Subak mempunyai saluran
pembuangan khusus. Air buangan dari satu petak sawah akan disalurkan kembali ke
saluran irigasi.
Di samping fasilitas yang secara
langsung digunakan untuk kepentingan irigasi, Subak juga mempunyai fasilitas
upacara keagamaan berupa pura subak dengan berbagai tingkatan. Pura Subak yang
paling umum adalah Pura Bedugul.
Di daerah-daerah Bangli dan Gianyar
dikenal pura-pura Masceti yang disungsung (disokong dan dihidupi) oleh
sejumlah subak dalam satu wilayah tertentu. Pura Subak biasanya dilengkapi pula
dengan Balai Timbang. Di samping pura subak, umumnya setiap petani
anggota Subak juga mempunyai sanggah-sanggah pengalapan yakni bangunan kecil
untuk sarana sembahyang yang ditempatkan di dekat bangunan pemasukan air ke
sawah masing-masing (tembuku pengalapan). Tempat persembahyangan ini dikenal
juga dengan sebutan sanggah catu pengalapan.
Kelembagaan
Subak adalah organisasi petani yang
bergerak dalam pengaturan air irigasi lahan basah (sawah). Karena faktor
pengikat utamnya adalah air irigasi, maka anggota suatu subak adalah petani
pemilik atau penggarap sawah yang dilayani oleh suatu jaringan atau sub
jaringan irigasi tertentu, tidak memandang dari desa mana anggota tersebut
berasal. Dengan kata lain, subak adalah organisasi petani yang canal based bukan
village based.
Anggota suatu subak bisa berasal
dari berbagai desa dan seorang petani dapat menjadi anggota beberapa subak.
Walau ditemui adanya beberapa variasi tentang status keanggotaan dalam subak,
secara umum anggota subak yang diistilahkan dengan karma subak dibedakan dalam
tiga kelompok.
1. Krama pengayah (anggota aktif) yaitu anggota subak yang secara aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan subak seperti gotong royong pemeliharaan dan perbaikan fasilitas subak, upacara-upacara keagamaan yang dilakukan oleh subak, dan rapat-rapat subak. Di beberapa subak, anggota ini disebut juga karma pekaseh atau sekaa yeh.
2. Krama Pengempel atau Krama Pengoot (anggota pasif) yaitu anggota subak yang karena alas an-alasan tertentu tidak terlibat secara aktif dalamkegiatan-kegiatan (ayahan subak). Sebagai gantinya anggota ini membayar dengan sejumlah beras (atau uang) yang disebut pengoot atau pengampel. Besarnya pengoot ini biasanya disepakati dalam rapat subak menjelang musim tanam. Persyaratan untuk dapat menjadi anggota pasif bervariasi antar subak.
3. Krama Leluputan (anggota khusus), yaitu anggota subak yang dibebaskan dari berbagai kewajiban subak, karena yang bersangkutan memegang jabatan tertentu di dalam masyarakat seperti pemangku (pinandita di sebuah pura), bendesa adat (pimpinan desa adat), perbekel (kepala desa), ataupun sulinggih (pendeta, peranda, Sri Mpu, dan lain-lain).
1. Krama pengayah (anggota aktif) yaitu anggota subak yang secara aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan subak seperti gotong royong pemeliharaan dan perbaikan fasilitas subak, upacara-upacara keagamaan yang dilakukan oleh subak, dan rapat-rapat subak. Di beberapa subak, anggota ini disebut juga karma pekaseh atau sekaa yeh.
2. Krama Pengempel atau Krama Pengoot (anggota pasif) yaitu anggota subak yang karena alas an-alasan tertentu tidak terlibat secara aktif dalamkegiatan-kegiatan (ayahan subak). Sebagai gantinya anggota ini membayar dengan sejumlah beras (atau uang) yang disebut pengoot atau pengampel. Besarnya pengoot ini biasanya disepakati dalam rapat subak menjelang musim tanam. Persyaratan untuk dapat menjadi anggota pasif bervariasi antar subak.
3. Krama Leluputan (anggota khusus), yaitu anggota subak yang dibebaskan dari berbagai kewajiban subak, karena yang bersangkutan memegang jabatan tertentu di dalam masyarakat seperti pemangku (pinandita di sebuah pura), bendesa adat (pimpinan desa adat), perbekel (kepala desa), ataupun sulinggih (pendeta, peranda, Sri Mpu, dan lain-lain).
Sebagai suatu organisasi, subak
mempunyai unsur pimpinan yang disebut prajuru. Pada subak yang kecil struktur
organsisi subak umumnya sangat sederhana yaitu terdiri dari anggota yang
diketuai oleh satu orang ketua subak yang disebut kelihan subak atau pekaseh.
Sedangkan pada subak-subak yang lebih besar, prajuru (pengurus) terdiri
dari Pekaseh (ketua Subak), Petajuh (wakil pekaseh), Penyarikan
(sekretaris), Patengan atau Juru Raksa (bendahara), dan Saya
(pembantu khusus).
Prajuru subak, Kecuali Juru Arah dan Saya, dipilih oleh
anggota subak dalam suatu rapat yang diadakan khusus untuk itu, untuk masa
jabatan tertentu. Biasanya lima tahun. Sedangkan juru arah dan saya biasanya
dijabat secara bergantian oleh anggota subak dengan masa tugas 35 hari atau 210
hari. Kedua perioda tersebut masing-masing satu bulan dan enam bulan menurut
perhitungan penanggalan tradisional Bali.
Subak-subak yang besar biasanya
terbagi menjadi sub subak yang disebut dengan Tempek. Di wilayah Badung,
Tempek disebut dengan Munduk, sedangkan di Buleleng disebut Banjaran.
Tempek atau Munduk atau Banjaran dipimpin oleh seorang kelihan
yang didampingi oleh penyarikan (sekretaris) dan juru raksa (bendahara).
Untuk tujuan-tujuan tertentu,
seperti koordinasi dalam distribusi air dan upacara pada suatu pura, beberapa
subak dalam suatu wilayah bergabung dalam suatu wadah koordinasi yang disebut Subak
Gede. Subak-subak yang menjadi anggota Subak Gede umumnya berada
dalam satu kawasan irigasi. Namun, ada pula Subak Gede yang anggotanya
adalah subak-subak yang memiliki sistem irigasinya masing-masing. Subak Gede
dipimpin oleh Pekaseh Gede. Lebih jauh lagi, untuk tujuan koordinasi
dalam kegiatan-kegiatan subak di sepanjang suatu aliran sungai, beberapa subak
membentuk organisasi federasi subak yang disebut Subak Agung yang dipimpin oleh
seorang Sedahan Agung.
Seluruh sistem organisasi subak
tersebut dirancang dan diwarisi secara turun-temurun oleh masayarakat petani di
Bali untuk kelancaran pembagian air di lahan persawahan yang merupakan
penyangga utama kehidupan masyarakat dan adat istiadat di selama berabad-abad.
Ya, sistem pembagian air itu merupakan cara bersama untuk berbagi kebahagiaan.
Sumber: “Subak Sitem Irigasi
Tradisional di Bali”, Upada sastra , 1993.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar