Perilaku Manusia di Jaman Kali
Tatkala
perang Bharatayudha berkecamuk dengan hebatnya di Kuruksetra, ada percakapan
yang penting antara Prabu Madra (Sang Salya) dari pihak Korawa dengan kemenakan
beliau Sang Nakula dari pihak Pandawa.
Prabu
Madra mengingatkan bahwa kelak akan tiba jaman Kali, di mana sebagian besar
umat manusia, yaitu 3/4 dari jumlah penduduk dunia akan cenderung berbuat
adharma, sedangkan yang berbuat dharma tinggal 1/4 saja.
Di
jaman Kali manusia akan menghadapi peperangan yang lebih dahsyat daripada
perang Bharatayudha. Peperangan itu bisa nampak dengan kasat mata dan bisa
tidak nampak, tetapi akibatnya atau korban perangnya tiada henti, karena perang
itu adalah perang antara dharma melawan adharma. Manusia hanya akan selamat
dari korban perang jika ia memakai senjata Kalimusadha.
Jika
disimak lebih jauh, pengertian kalimusadha yang artinya “obat di jaman kali”
tiada lain adalah senjata menegakkan dharma. Senjata itu tidak berbentuk
runcing atau mempunyai daya ledak hebat, tetapi berupa getaran dharma yang
tiada lain bersumber pada kitab suci.
Singkatnya,
senjata ampuh yang bisa menyelamatkan umat manusia di jaman kali hanyalah jika
manusia itu berpegang pada inti-inti ajaran agama yang dapat menuntunnya ke
jalan dharma.
Beberapa
ahli peneliti menetapkan bahwa jaman Kali dimulai ketika Parikesit (cucu
Arjuna) dinobatkan menjadi raja sekitar tahun 800 S.M (Sebelum Masehi) dan
berakhir hingga nanti menuju saat pralaya (kiamat).
Selama
jaman Kali getaran-getaran dan rangsangan manusia untuk berbuat adharma sangat
besar, sehingga membentuk watak dan perilaku manusia yang adharma antara lain:
1.
Atyanta kopah. Mudah marah dan kemarahannya meluap-luap tidak terkendali
walaupun hanya karena hal-hal yang sepele. Kemarahan itu timbul dari
ketidakpuasan karena keinginnannya tidak tercapai sehingga untuk melampiaskan
ketidakpuasan itu mereka mencari sasaran korban sesama manusia.
2.
Katukaa cawani. Manusia yang suka berkata-kata kasar, keras, membentak,
berbohong, menipu, dan memfitnah karena merasa kepentingannya terancam ataupun
ingin mencelakakan orang lain.
3.
Daridrata. Manusia yang tidak pernah puas akan apa yang telah dimiliki sehingga
menimbulkan sifat-sifat lobha, serakah dan sangat kikir, enggan berdana punia
dan enggan membantu warga lain yang sedang kesusahan. Yang diutamakan hanya
kepentingan dirinya sendiri.
4.
Swajanesu Wairan. Manusia yang tega memusuhi keluarganya sendiri karena
didorong oleh kepentingan-kepentingan atau ambisi pribadi.
5.
Niica prasangga. Manusia yang melaksanakan tugas pekerjaannya bukan berdasarkan
ketulusan hati nurani manusia sebagai mahluk sosial, tetapi semata-mata
didorong oleh motivasi menggunakan kemampuannya untuk memperkaya diri sendiri
tanpa memperhatikan segi sosial, yaitu kepentingan dan kesejahteraan umum atau
fungsi pelayanan kepada masyarakat.
6.
Kulahiina Sewa. Manusia yang menghambakan diri atau menjadi kaki tangan
orang-orang bejat, yaitu orang-orang yang berperilaku dan berpikir adharma,
menyimpang dari kaidah-kaidah ajaran agama.
Keenam
sifat watak dan perilaku manusia itulah yang membawa dampak makin maraknya
perbuatan-perbuatan adharma, makin melebarkan pengaruh getarannya kepada
orang-orang suci yang berusaha mempertahankan dharma.
Hanya
sedikit yang mampu bertahan sehingga pada suatu ketika Sanghyang Widhi menilai
bahwa kehidupan manusia sejagat harus diakhiri dengan pralina/ pralaya (kiamat)
untuk mengembalikan kemurnian jaman Kertha. Kapan itu akan terjadi, hanya
Sanghyang Widhi yang tahu dan disebut sebagai rahasia-Nya.
Sumber:
- Bharatayuda
- Manawadharmasastra
- Parasaradharmasastra
- Canakya Niti
- Sarasamuscaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar