Minggu, 21 Juli 2013

Perilaku Manusia di Jaman Kali



Perilaku Manusia di Jaman Kali
Tatkala perang Bharatayudha berkecamuk dengan hebatnya di Kuruksetra, ada percakapan yang penting antara Prabu Madra (Sang Salya) dari pihak Korawa dengan kemenakan beliau Sang Nakula dari pihak Pandawa.
Prabu Madra mengingatkan bahwa kelak akan tiba jaman Kali, di mana sebagian besar umat manusia, yaitu 3/4 dari jumlah penduduk dunia akan cenderung berbuat adharma, sedangkan yang berbuat dharma tinggal 1/4 saja.
Di jaman Kali manusia akan menghadapi peperangan yang lebih dahsyat daripada perang Bharatayudha. Peperangan itu bisa nampak dengan kasat mata dan bisa tidak nampak, tetapi akibatnya atau korban perangnya tiada henti, karena perang itu adalah perang antara dharma melawan adharma. Manusia hanya akan selamat dari korban perang jika ia memakai senjata Kalimusadha.
Jika disimak lebih jauh, pengertian kalimusadha yang artinya “obat di jaman kali” tiada lain adalah senjata menegakkan dharma. Senjata itu tidak berbentuk runcing atau mempunyai daya ledak hebat, tetapi berupa getaran dharma yang tiada lain bersumber pada kitab suci.
Singkatnya, senjata ampuh yang bisa menyelamatkan umat manusia di jaman kali hanyalah jika manusia itu berpegang pada inti-inti ajaran agama yang dapat menuntunnya ke jalan dharma.
Beberapa ahli peneliti menetapkan bahwa jaman Kali dimulai ketika Parikesit (cucu Arjuna) dinobatkan menjadi raja sekitar tahun 800 S.M (Sebelum Masehi) dan berakhir hingga nanti menuju saat pralaya (kiamat).
Selama jaman Kali getaran-getaran dan rangsangan manusia untuk berbuat adharma sangat besar, sehingga membentuk watak dan perilaku manusia yang adharma antara lain:
1. Atyanta kopah. Mudah marah dan kemarahannya meluap-luap tidak terkendali walaupun hanya karena hal-hal yang sepele. Kemarahan itu timbul dari ketidakpuasan karena keinginnannya tidak tercapai sehingga untuk melampiaskan ketidakpuasan itu mereka mencari sasaran korban sesama manusia.
2. Katukaa cawani. Manusia yang suka berkata-kata kasar, keras, membentak, berbohong, menipu, dan memfitnah karena merasa kepentingannya terancam ataupun ingin mencelakakan orang lain.
3. Daridrata. Manusia yang tidak pernah puas akan apa yang telah dimiliki sehingga menimbulkan sifat-sifat lobha, serakah dan sangat kikir, enggan berdana punia dan enggan membantu warga lain yang sedang kesusahan. Yang diutamakan hanya kepentingan dirinya sendiri.
4. Swajanesu Wairan. Manusia yang tega memusuhi keluarganya sendiri karena didorong oleh kepentingan-kepentingan atau ambisi pribadi.
5. Niica prasangga. Manusia yang melaksanakan tugas pekerjaannya bukan berdasarkan ketulusan hati nurani manusia sebagai mahluk sosial, tetapi semata-mata didorong oleh motivasi menggunakan kemampuannya untuk memperkaya diri sendiri tanpa memperhatikan segi sosial, yaitu kepentingan dan kesejahteraan umum atau fungsi pelayanan kepada masyarakat.
6. Kulahiina Sewa. Manusia yang menghambakan diri atau menjadi kaki tangan orang-orang bejat, yaitu orang-orang yang berperilaku dan berpikir adharma, menyimpang dari kaidah-kaidah ajaran agama.
Keenam sifat watak dan perilaku manusia itulah yang membawa dampak makin maraknya perbuatan-perbuatan adharma, makin melebarkan pengaruh getarannya kepada orang-orang suci yang berusaha mempertahankan dharma.
Hanya sedikit yang mampu bertahan sehingga pada suatu ketika Sanghyang Widhi menilai bahwa kehidupan manusia sejagat harus diakhiri dengan pralina/ pralaya (kiamat) untuk mengembalikan kemurnian jaman Kertha. Kapan itu akan terjadi, hanya Sanghyang Widhi yang tahu dan disebut sebagai rahasia-Nya.
Sumber:
  1. Bharatayuda
  2. Manawadharmasastra
  3. Parasaradharmasastra
  4. Canakya Niti
  5. Sarasamuscaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar