Minggu, 01 September 2013

Kewajiban Seorang Wanita Suci Layani Suami



Kewajiban Seorang Wanita Suci Layani Suami dengan Baik, Mencapai Surga.

Rishi Vyasa : (Bharata) setara dengan Veda. Ini adalah suci dan agung. Bharata menganugerahkan kemasyhuran dan kesejahteraan. Oleh karena itu, seseorang harus mendengarkan dan mempelajari dengan perhatian penuh.

RISHI Vaisampayana berkata, oh paduka yang utama dari keturunan Bharata. Prabu Yudhisthira kemudian bertanya kepada Muni Markandeya yang terkenal itu. Sebuah pertanyaan yang sulit tentang moralitas, ''Hamba ingin mendengar, oh paduka yang suci, bagaimana kebajikan yang baik dan tinggi dari para wanita itu. Hamba ingin mendengarkan dari paduka, oh Brahmana, percakapan tentang moralitas yang merupakan kebenaran halus. Oh Rishi yang telah lahir kembali, matahari, bulan, angin, bumi, api, ayah, ibu dan guru. Semua ini dan objek lainnya ditentukan oleh dewa-dewa. Semuanya ini muncul kepada kita seperti dewata yang berbadan. Mereka semua ini adalah orang-orang yang patut dihormati. Mereka pantas mendapat penghargaan yang terbaik dari kita. Bagaimana dengan para wanita yang mencintai satu tuan? Pemujaan apa ditawarkan istri-istri yang tidak suci itu kepada suami-suami mereka? Hal itu muncul kepada hamba yang penuh kesulitan-kesulitan besar. Sudah sepantasnya jika paduka memperbincangkan kepada kami tentang kebajikan yang tinggi dan sangat baik dari istri-istri yang suci. Istri-istri yang menahan semua perasaan mereka dan menjaga hati mereka tetap terkendali secara penuh. Istri yang menghargai suami mereka sebagai benar-benar seperti dewa-dewa. Oh paduka yang suci dan patut dipuja, semua ini muncul kepada hamba sebagai sesuatu hal yang sangat sulit dicapai. Oh paduka yang lahir kembali, pemujaan yang ditawarkan oleh anak-anak itu kepada ibu-ibu dan ayah-ayah mereka? Para istri menawarkan kepada suami-suami mereka. Oh Brahmana, kewajiban-kewajiban dari para wanita itu harus berkelakuan baik. Mereka harus melaksanakan dengan hati-hati. Perbuatan itu harus diikuti anak-anak mereka apa yang dicontohkan ayah-ayah dan ibu-ibunya. Itu muncul di hadapan hamba sebagai hal yang sangat sulit dilaksanakan. Para wanita masing-masing hanya setia kepada seorang tuannya. Mereka selalu berbicara kebenaran. Mereka melaksanakan sebuah periode kehamilan selama sepuluh bulan penuh. Oh Brahmana kewajiban itu lebih sulit daripada yang dikerjakan orang-orang lainnya. Oh paduka yang patut dihormati, para wanita melahirkan keturunan mereka dengan risiko yang besar terhadap dirinya sendiri. Perjuangan yang berat ia harus lakukan juga ketika memelihara anak-anak mereka dengan kasih sayang. Oh banteng di antara para brahmana. Namun banyak juga orang-orang terikat dengan perbuatan jahat, rasa bencinya muncul. Oh paduka yang lahir kembali. Ceritakan kepada hamba kebenaran dari kewajiban-kewajiban golongan ksatria. Itu adalah sulit, oh paduka yang telah lahir dua kali. Mereka yang berjiwa mulia mendapatkan kebajikan melalui kewajiban-kewajiban golongan mereka. Tindakan kejam harus mereka laksanakan. Oh paduka yang suci, paduka mampu menjawab semua pertanyaan. Hamba ingin mendengar dari paduka. Oh paduka yang utama dari keturunn Bhrigu, hamba menunggu paduka dengan penuh penghormatan. Oh paduka dengan sumpah yang sangat baik!''

Muni Markandeya kemudian menjelaskan, ''Oh raja yang utama keturunan Bharata. Aku akan membicarakan kepada engkau semua hal ini dengan sungguh-sungguh. Mungkin sulit menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Karena itu, dengarkan pembicaraanku. Seseorang menganggap ibu sebagai yang unggul dan beberapa menganggap ayah lebih unggul. Ibu, bagaimana pun, yang melahirkan. Selain ibu itu melahirkan beliau juga memelihara keturunan. Kewajiban ini sudah tentu lebih susah dari ayah. Sedangkan para ayah, baik melakukan tapa penebusan dosa, menyembah dewa-dewa dengan api suci homa. Persembahan yang ditujukan kepada Shiva, menahan dingin dan panas. Mengucapkan mantra-mantra dan jalan-jalan lain. Dia ingin memiliki anak-anak. Setelah dengan jalan tapa keras ini anak-anak didapatkannya. Sebuah keinginan yang demikian sulit, oh pahlawan, orangtua selalu khawatir terhadap masa depan anak-anak mereka. Oh Bharata, kedua-duanya, baik sang ayah maupun sang ibu ingin melihat anak-anak mereka termasyhur, berprestasi dan makmur serta mempunyai keturunan dan kebajikan. Anak yang saleh bisa melaksanakan harapan-harapan orangtuanya ini. Oh raja yang agung, anak yang menyenangkan ayah dan ibunya, mencapai kemasyhuran yang abadi dan kebajikan. Kekal kedua-duanya. Baik di dunia ini maupun di alam baka. Menyangkut para wanita itu atau upacara kurban atau sraddha, atau puasa apa pun kemanjurannya. Dengan hanya melayani suami-suaminya mereka dapat memenangkan surga. Oh baginda, oh Yudhishthira, ingatlah ini sendiri, dengarkan engkau dengan perhatian tentang kewajiban-kewajiban para wanita yang suci.''

Rishi Kusika Belajar pada Pemburu Unggas

Muni Markandeya berkata, ''Dahulu ada, oh Bharata, seorang pertapa yang baik bernama Kausika. Pertapa ini dilengkapi kekayaan tapa, dia juga rajin belajar Veda. Dia seorang brahmana yang sangat unggul dan terbaik dari para brahmana yang belajar semua Veda dengan Anga-anganya dan Upanishada. Suatu hari dia sedang menceritakan tentang Veda di bawah sebuah pohon. Pada saat itu di sana duduk di puncak pohon itu seekor burung bangau betina. Kebetulan saja mengotori badan brahmana itu. Melihat burung bangau itu, sang brahmana sangat marah dan berpikir melukainya. Ketika brahmana itu melemparkan lirikannya yang marah kepada burung bangau itu dan berpikir melukainya, burung itu jatuh ke tanah. Melihat sang bangau jatuh dari pohon, tidak sadar kemudian mati, sang brahmana merasa kasihan. Beliau mulai meratap atas peristiwa itu, 'Sayang, aku telah melakukan sebuah perbuatan buruk. Perbuatan ini didorong kemarahan dan kebencian'!''

Muni Markandeya melanjutkan, ''Setelah mengulang-ulang kata-kata ini berulang kali, brahmana yang terpelajar itu memasuki sebuah dusun untuk mencari amal-derma. Oh banteng keturunan Bharata, dalam rangka perjalanan mencari amal-derma, beliau berkeliling di antara rumah orang-orang yang garis keturunannya baik. Sang brahmana memasuki sebuah rumah seperti itu yang dia tahu sebelumnya. Sewaktu masuk ke rumah itu, beliau berkata, 'Berikanlah.' Dijawab oleh seorang wanita dengan kata, 'Tunggu.' Sementara ibu rumah tangga itu sibuk, oh baginda, membersihkan tempat dengan apa amal-derma itu akan diberikan. Suaminya, oh engkau yang terbaik dari keturunan Bharata, tiba-tiba masuk ke dalam rumah dalam keadaan sangat lapar. Ibu rumah tangga yang suci itu melihat suaminya kemudian mengabaikan brahmana itu. Sang istri memberikan tuannya air untuk membersihkan kaki dan mukanya, juga sebuah tempat duduk. Setelah itu, wanita yang bermata hitam itu menaruh di hadapan tuannya makanan lezat dan minuman. Dengan rendah hati berdiri di sampingnya karena keinginan untuk mengurus semua keperluan suaminya.

Oh Yudhishthira, istri yang setia itu terbiasa setiap hari makan sisa-sisa makanan dari piring suaminya. Istri itu selalu bertingkah laku patuh terhadap keinginan-keinginan tuannya. Wanita itu selalu menghargai suaminya. Semua kasih sayang hatinya cenderung kepada tuannya. Perbuatannya suci. Dia terampil dalam semua kewajiban rumah tangga dan perhatian kepada seluruh kerabatnya, ia selalu melakukan apa yang menyenangkan dan bermanfaat bagi suaminya. Dia juga, dengan penuh kesungguhan mengikuti persembahyangan kepada dewa-dewa, kebutuhan-kebutuhan para tamunya dan pelayan-pelayan serta ibu dan ayah mertuanya.

Sewaktu wanita dengan matanya yang indah itu tetap sibuk melayani tuannya, ia melihat brahmana itu menunggu untuk mendapat amal-derma darinya. Begitu melihatnya, ia ingat telah meminta brahmana itu menunggu lama. Mengingat semua ini, ia merasa malu. Kemudian wanita suci itu yang memiliki kemasyhuran besar, mengambil sesuatu untuk amal-derma dan keluar. Oh engkau yang utama keturunan Bharata, untuk memberikan kepada sang brahmana itu. Ketika ia datang di hadapannya, sang brahmana berkata, 'Oh yang terbaik dari para wanita, oh orang yang diberkahi, aku heran terhadap perbuatanmu! Setelah memintaku menunggu, berkata, 'Tunggu' engkau tidak membebaskan aku'!''

Muni Markandeya melanjutkan, ''Oh Tuannya manusia. Melihat sang brahmana penuh kemarahan yang berkobar dengan energinya. Wanita suci itu mulai berdamai dengannya dan berkata, 'Oh paduka yang terpelajar, sudah sepantasnya jika paduka memaafkan hamba. Suami hamba adalah dewaku yang tertinggi. Dia datang dalam keadaan lapar, letih dan sedang hamba layani dan tungguin.' Mendengar ini, brahmana itu berkata, 'Bagimu para brahmana tidak pantas dihargai yang paling tinggi. Apakah engkau memuliakan suamimu lebih daripada brahmana? Dalam menjalani kehidupan berumah tangga, apakah engkau tidak menghargai para brahmana? Dewa Indra sendiri menunduk hormat kepada brahmana. Apa yang aku akan katakan tentang manusia seperti ini di bumi? Wanita yang sombong, engkau tidak mengetahuinya. Apakah engkau tidak pernah mendengarnya, bahwa para brahmana adalah seperti api dan bisa menelan seluruh bumi ini'?''

1 komentar: